Nama : Arifia Noor Riwanti
Universitas Gunadarma
Dosen : Ahmad Nasher S.I.Kom, MM
Manusia
Terdapat
banyak definisi menurut para ahli ternama tentang manusia namun pengertiannya
definisi manusia itu sendiri bisa pahami secara bahasa bahwa manusia berasal
dari kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti
berpikir, berakal budi atau makhluk ang berakal budi (mampu menguasai
makhluk lain). Secara istilah manusia dapat diartikan sebuah konsep atau
sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah kelompok (genus) atau
seorang individu.
Manusia juga
dapat diartikan berbeda-beda baik menurut sudut pandang biologis, rohani,
dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia
diklasifikasikan sebagai Homo sapiens (Bahasa Latin untuk
manusia), sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang
dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal kerohanian, mereka
dijelaskan menggunakan konsepjiwa yang bervariasi di mana, dalam agama,
dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau makhluk hidup;
dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras lain. Dalam antropologi kebudayaan,
mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan bahasanya, organisasi mereka
dalam masyarakat majemuk serta perkembangan teknologinya, dan
terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok dan lembaga untuk
dukungan satu sama lain serta pertolongan.
Pengertian
Manusia dalam Alqur’an
Quraish
Shihab mengutip dari Alexis Carrel dalam “Man the Unknown”, bahwa banyak
kesukaran yang dihadapi untuk mengetahui hakikat manusia, karena
keterbatasan-keterbatasan manusia sendiri. Istilah kunci yang digunakan
Al-Qur’an untuk menunjuk pada pengertian manusia menggunakan kata-kata basyar,
al-insan, dan an-nas.
Kata
basyar disebut dalam Al-Qur’an 27 kali. Kata basyar menunjuk pada pengertian
manusia sebagai makhluk biologis (QS Ali ‘Imran [3]:47) tegasnya memberi
pengertian kepada sifat biologis manusia, seperti makan, minum, hubungan
seksual dan lain-lain.
Kata
al-insan dituturkan sampai 65 kali dalam Al-Qur’an yang dapat dikelompokkan
dalam tiga kategori. Pertama al-insan dihubungkan dengan khalifah sebagai
penanggung amanah (QS Al-Ahzab [3]:72), kedua al-insan dihubungankan dengan
predisposisi negatif dalam diri manusia misalnya sifat keluh kesah, kikir (QS
Al-Ma’arij [70]:19-21) dan ketiga al-insan dihubungkan dengan proses
penciptaannya yang terdiri dari unsur materi dan nonmateri (QS Al-Hijr [15]:28-29).
Semua konteks al-insan ini menunjuk pada sifat-sifat manusia psikologis dan
spiritual.
Kata
an-nas yang disebut sebanyak 240 dalam Al-Qur’an mengacu kepada manusia sebagai
makhluk sosial dengan karateristik tertentu misalnya mereka mengaku beriman padahal
sebenarnya tidak (QS Al-Baqarah [2]:8)
Tujuan
Penciptaan Manusia
Kata
“Abdi” berasal dari kata bahasa Arab yang artinya “memperhambakan diri”,
ibadah (mengabdi/memperhambakan diri). Manusia diciptakan oleh Allah agar ia
beribadah kepada-Nya. Pengertian ibadah di sini tidak sesempit pengertian
ibadah yang dianut oleh masyarakat pada umumnya, yakni kalimat syahadat,
shalat, puasa, zakat, dan haji tetapi seluas pengertian yang dikandung oleh
kata memperhambakan dirinya sebagai hamba Allah. Berbuat sesuai dengan
kehendak dan kesukaann (ridha) Nya dan menjauhi apa yang menjadi
larangan-Nya.
Fungsi dan
Kedudukan Manusia
Sebagai
orang yang beriman kepada Allah, segala pernyataan yang keluar dari mulut
tentunya dapat tersingkap dengan jelas dan lugas lewat kitab suci Al-Qur’an
sebagai satu kitab yang abadi. Dia menjelaskan bahwa Allah menjadikan manusia
itu agar ia menjadi khalifah (pemimpin) di atas bumi ini dan kedudukan ini
sudah tampak jelas pada diri Adam (QS Al-An’am [6]:165 dan QS Al-Baqarah
[2]:30) di sisi Allah menganugerahkan kepada manusia segala yang ada dibumi,
semula itu untuk kepentingan manusia (ia menciptakan untukmu seluruh apa yang
ada dibumi ini. QS Al-Baqarah [2]:29). Maka sebagai tanggung jawab kekhalifahan
dan tugas utama umat manusia sebagai makhluk Allah, ia harus selalu
menghambakan dirinyakepada Allah Swt.
Untuk
mempertahankan posisi manusia tersebut, Tuhan menjadikan alam ini lebih rendah
martabatnya daripada manusia. Oleh karena itu, manusia diarahkan Tuhan
agar tidak tunduk kepada alam, gejala alam (QS Al-Jatsiah [45]:13) melainkan
hanya tunduk kepada-Nya saja sebagai hamba Allah (QS Al-Dzarait [51]:56).
Manusia harus menaklukanya, dengan kata lain manusia harus membebaskan dirinya
dari mensakralkan atau menuhankan alam.
Jadi
dari uraian tersebut diatas bisa ditarik kesimpulan secara singkat bahwa
manusia hakikatnya adalah makhluk biologis, psikolsogi dan sosial yang memiliki
dua predikat statusnya dihadapan Allah sebagai Hamba Allah (QS Al-Dzarait
[51]:56) dan fungsinya didunia sebagai khalifah Allah (QS Al-Baqarah [2]:30);
al-An’am [6]:165), mengantur alam dan mengelolanya untuk mencapai kesejahteraan
kehidupan manusia itu sendiri dalam masyarakat dengan tetap tunduk dan patuh
kepada sunnatullah.
Hakekat
Manusia Menurut Al-Qur’an
Hakekat
manusia adalah sebagai berikut :
a.
Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan
hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
b.
Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab
atas tingkah laku intelektual dan sosial.yang mampu mengarahkan dirinya ke
tujuan yang positif mampu mengatur dan mengontrol dirinya serta mampu
menentukan nasibnya.
c.
Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai (tuntas) selama hidupnya.
d.
Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya
dalam usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati
e.
Suatu keberadaan yang berpotensi yang perwujudanya
merupakan ketakterdugaan dengan potensi yang tak terbatas
f.
Makhluk Tuhan yang berarti ia adalah makhluk yang
mengandung kemungkinan baik dan jahat.
g.
Individu yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan turutama
lingkungan sosial, bahkan ia tidak bisa berkembang sesuai dengan martabat
kemanusiaannya tanpa hidup di dalam lingkungan sosial.
h.
Makhluk yang berfikir. Berfikir adalah bertanya, bertanya
berarti mencari jawaban, mencari jwaban berarti mencari kebenaran.[4]
Hakekat
Manusia (Menurut Islam - Mohammad Sholihuddin, M.HI)
Manusia
terdiri dari sekumpulan organ tubuh, zat kimia, dan unsur biologis yang
semuanya itu terdiri dari zat dan materi Secara Spiritual manusia adalah roh
atau jiwa. Secara Dualisme manusia terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani
dann ruhani (Jasad dan roh). Potensi dasar manusia menurut jasmani ialah
kemampuan untuk bergerak dalam ruang yang bagaimanapun, di darat, laut maupun
udara. Dan jika dari Ruhani, manusia mempunyai akal dan hati untuk berfikir
(kognitif), rasa (affektif), dan perilaku (psikomotorik). Manusia diciptakan
dengan untuk mempunyai kecerdasan.
Agama
Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti
sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris
“religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta
yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan
kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang,
balasan atau kebiasaan.
Secara istilah (terminologi) agama, seperti
ditulis oleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing
mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya
sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga istilah
tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu:
a.
Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata
keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia;
b.
Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia
kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut.
c.
Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema
ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang
mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam
lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub
diatas.
Menurut Durkheim Durkheim: agama merupakan
sebuah sistem kepercayaan dan ritual yang berkaitan dengan yang suci (the
sacred). Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha
Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia
terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat
mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang
hebat. Rita Smith Kipp dan Susan Rodgers agama harus :
(1) monoteistik.
(2)
mempunyai kitab.
(3) mempunyai nabi.
(4) mempunyai komunitas
internasional.
Dengan
demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa
hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara
universal.
Syarat-Syarat
Agama
a.
Percaya dengan adanya Tuhan
b.
Mempunyai kitab suci sebagai pandangan hidup umat-umatnya
c.
Mempunyai tempat suci
d.
Mempunyai Nabi atau orang suci sebagai panutan
e.
Mempunyai hari raya keagamaan
Unsur-Unsur
Agama
Menurut
Leight, Keller dan Calhoun, agama terdiri dari beberapa unsur pokok:
a.
Kepercayaan agama, yakni suatu prinsip yang dianggap benar
tanpa ada keraguan lagi
b.
Simbol agama, yakni identitas agama yang dianut umatnya.
c.
Praktik keagamaan, yakni hubungan vertikal antara manusia
dengan Tuhan-Nya, dan hubungan horizontal atau hubungan antarumat beragama
sesuai dengan ajaran agama.
d.
Pengalaman keagamaan, yakni berbagai bentuk pengalaman
keagamaan yang dialami oleh penganut-penganut secara pribadi.
e.
Umat beragama, yakni penganut masing-masing agama.
Fungsi
Agama
a . Sumber pedoman hidup bagi individu maupun kelompok
b . Mengatur tata cara hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia
dengan manusia.
c . Merupakan tuntutan tentang prinsip benar atau salah
d · Pedoman mengungkapkan rasa kebersamaan
e · Pedoman perasaan keyakinan
f · Pedoman keberadaan
g · Pengungkapan estetika (keindahan)
h · Pedoman rekreasi dan hiburan
i · Memberikan identitas kepada manusia sebagai umat dari suatu
agama.
Karakteristik
Agama
Karakteristik
agama dalam kehidupan manusia seperti halnya bangunan yang sempurna. Seperti
dalam salah satu sabda nabi Muhammmad, bahwa beliau adalah penyempurna bangunan
agama tauhid yang telah dibawa oleh para nabi dan rasul sebelum kedatangan
beliau.
Layaknya
sebuah bangunan agamapun harus memiliki rangka yang kokoh, tegas, dan jelas.
Rangka yang baik adalah rangka yang menguatkan bangunan yang akan dibangun di
atasnya. Memiliki ukuran yang simetris satu sama lainnya. Komposisi bahan
yang tepat karena berperan sebagai penopang. Oleh sebab itu, kerangka harus
memiliki luas yang cukup atau memiliki perbandingan yang sesuai dengan
bangunannnya. Itulah sebaik-baiknya agama dengan demikian agama pada dasarnya
berperan sebagai pedoman kehidupan manusia, untuk menjalani kehidupannya
dibumi. Manusia akan kehilangan pedoman atau pegangan dalam menjalani kehidupan
di dunia bila tidak berpedoman pada agama. Dewasa ini agama mengalami beralih
dan berpedoman kepada akal logikanya. Padahal akal dan logika manusia memiliki
keterbatasan yaitu keterbatasan melihat masa depan. Sedangkan agama telah
disusun sedemikian rupa oleh sang pencipta agar menjadi pedoman sepanjang hayat
manusia. Akibat dari skularisme ini menimbulkan gaya hidup baru bagi kaum
muslim yakni gaya hidup hedomisme dan pragmatis.
Adapun
karakteristik agama pada umumnya adalah sebagai berikut:
a.
Agama adalah suatu sistem tauhid atau sistem ketuhanan
(keyakinan) terhadap eksistensi suatu yang absolute (mutlak), diluar diri
manusia yang merupakan pangkal pertama dari segala sesuatu termasuk dunia
dengan segala isinya.
b.
Agama merupakan sistem ritual atau peribadatan
(penyembahan) dari manusia kepada suatu yang absolut.
c.
Agama adalah suatu sistem nilai atau norma (kaidah) yang
menjadi pola hubungan manusiawi antara sesama manusia dan pola hubungan dengan
ciptaan lainnya dari yang absolut.
Keterkaitan
Manusia dengan Agama
Untuk
mengetahui kodrat manusia beragama ini dapat dilihat pada beberapa fenomena
berikut:
a.Tentang
do’a keselamatan.
Setiap
orang pasti ingin mendapatkan keselamatan. Ia merasa dirinya selalu terancam.
Makin serius ancamannya, doanya akan makin serius pula. Ia merasa kecil hidup
di jagat raya ini seperti perahu kecil yang terapung di samudra yang amat luas.
Karena ancaman tersebut ia ingin berpegangan da menyandarkan diri kepada
sesuatu yang ia anggap sebagai yang Maha Ghaib dan Maha Kuasa. Sesuatu yang
Maha Ghaib tadi tentu saja bukan sesuatu yang setingkat dengannya, apalagi
lebih rendah. Sesuatu yang lain yang bukan dirinya sendiri itu Zat Yang Maha
Kuasa, Maha Agung, Maha Suci dan sebagainya. Karena hanya dengan perasaan
berhadapan dengan Zat Yang Maha Kuasa dan Maha Agung, ia mau tunduk dan patuh
dengan hormat dan khidmat.
b.Tentang
kebahagiaan abadi.
Setiap
orang ingin mendapatkan kebahagiaan. Kebahagiaan yang ia harapkan bukanlah
kebahagiaan yang sementara tetapi kebahagiaan abadi. Anehnya tidak setiap
orang mendapatkan kebahagiaan abadi seperti yang ia harapkan. Seorang pedagang
pastilah dengan perdagangannya dan harta bendanya ingin mendapatkan kebahagiaan
yang abadi tetapi pengalaman menunjukkan, bahw harta bendanya dan
perdagangannya belum tentu membawa kebahagiaan yang abadi sebagaimana yang ia
idam-idamkan. Kebahagiaan ini akan diperoleh seseorang bukan di dunia, tetapi
di akhirat kelak. Kebahagiaan inilah yang dijanjikan oleh agama.
c.Memperhatikan
tubuh kita sendiri.
Apabila
kita merenungkan dan memperhatikan tubuh kita sendiri sebagai manusia dengan
kerangka dan susunan badan yang indah dan serasi dengan indra hati dan otak
yang cerdas untuk menanggapi segala sesuatu di kanan kiri kita, akan sadar
bahwa kita bukan ciptaan manusia, tetapi ciptaan Sang Maha Pencipta, Zat Yang
Maha Ghaib dan Mahakuasa.
d.Apabila
kita mendapatkan persoalan yang dilematis.
Dalam
kehidupan sehari-hari orang sering dihadapkan pada persoalan yang sulit. Ia
dihadapkan pada berbagai pilihan. Ia harus memeras otak, memperimbangkan
untung-rugi, plus-minus, dan aspek-aspek lain yang akhirnya dapat menentukan
keputusannya. Anehnya ia baru merasa mantap dan puas apabila pilihannya telah
disandarkan kepada sesuatu yang ia anggap Zat Yang Ghaib yang seolah-olah
memberikan kepastian dan kemantapan pilihannya (Soeroyo dkk., 2002: 1-2).
e.Di
samping empat fenomena di atas Allah dengan tegas menyatakan dalam dalam Al- Quran
bahwa sejak dalam kandungan manusia sudah memiliki agama. Allah Swt.
berfirman daam surat QS. al-A’raf [7]: 172.
Artinya
: Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari
sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".
Dari
ayat di atas Allah mempersaksikan diri-Nya di hadapan jiwa-jiwa manusia dan
jiwa-jiwa itu mengakui eksistensi-Nya. Jadi, sebelum manusia lahir ke muka bumi
Allah telah membekali manusia
dengan
keyakinan akan adanya Tuhan (agama), sehingga ketika manusia akhirnya
mengingkari fitrah kejadiannya ini, manusia akan menanggung resiko akibat
kelalaiannya.
Kesimpulan:
Pada
dasarnya manusia diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi. Pengertian manusia
juga berarti makhluk sosial dengan karakteristik tertentu. Tujuan diciptakannya
manusia adalah untuk beribadah kepada sang pencipta. Sedangkan agama adalah
tata keimanan atau tata peribadatan seorang manusia kepada sang pencipta. Lalu
apa hubungan manusia dengan Agama? Dengan menganut kepercayaan atau agama
tertentu berarti seseorang percaya akan adanya Sang Pencipta. Ketika seseorang telah
percaya dengan sungguh-sungguh maka ia akan tunduk akan perintah-perintah dan
akan menjauhi larangan-larangan yang telah diatur didalam agama tersebut. Semua
agama mengajarkan kebaikan, mengajarkan toleransi, dan mengajarkan persatuan.
Oleh karena itu ketika seseorang menganut agamanya dengan benar maka ia akan
menjadi pribadi yang berakhlak terpuji dan mengisi kehidupannya dengan
perbuatan-perbuatan yang bermanfaat bagi orang lain.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar